Ai
wa tokidoki itaidesu
*terinspirasi
dari Tatag, Juple, Pijun, Tince, Mirandul
Cinta adalah tiupan seruling penggungah jiwa (Jalaludin
Rumi)
Cinta adalah sayap-sayap kehidupan
(Khalil Gibran)
Cinta adalah tatapan mesra Sang
Pemilik Waktu (Rabiah Al-Adawiyah)
Bagiku
cinta adalah misteri, juga sebuah kekuatan yang paling dahsyat, barangkali
lebih dari sekadar luapan emosi yang tinggi. Datang sekejap melalui rasa yang
menghujam dalam jiwa. Cinta juga agen pengubah, mengubah yang jelek menjadi
baik, yang pemberani menjadi gugup, yang kasar menjadi lembut, yang keras
menjadi lunak, segalanya terlihat indah dan sempurna. Tapi hukum alam selalu
mempunyai dua sisi berlawanan. Ada awal pasti ada akhir, ada hitam ada putih,
ada hujan ada kemarau, dan ada baik ada buruk. Dan disini kita akan membahas
sisi yang dianggap “buruk” dari cinta.
Coba
kita tengok mereka yang sedang merindu. Siapa yang bisa menghianati rindu?
Seperti kerinduan daun pada hujan. Ia tahu hujan pasti akan turun, namun Ia
harus menunggu kemarau untuk pergi dan tidak menutup kemungkinan saat hujan itu
datang, daun sudah kering dan jatuh berurai lalu dihantam angin, tak sempat
bertemu hujan walau hanya mengatakan “aku merindukanmu”. Sama seperti orang
yang mencinta, demi kerinduannya ia tegar menunggu seberapa lamanya walau tahu
saat bertemu nanti konsep Allah dapat tak sejalan dengan konsepnya. Dan
nasibnya akan sama seperti daun yang rindunya tak menemui titik terang. Adalagi
kisah tentang sepasang hati yang saling mendamba dihadapkan benteng pemisah
yang menjulang hingga tak terlihat dimana puncaknya atau dipisahkan jurang yang
dasarnya terdapat api yang sekali menyentuh akan menghanguskan. Pada akhirnya,
rindu menjadi alasan mengapa jatuhnya air mata.
Admiring
someone, dimana kita hanya menjadi pengagum rahasianya, dimana kita hanya
dapat melihatnya sebatas punggung, karena ia tak pernah menengok apalagi
tersenyum menyambut hadirnya perasaan yang carut marut ini. Mungkin orang yang
kita kagumi malah mengagumi orang lain yang memang jauh lebih baik dari diri
kita. Atau yang lebih parah dia sering menceritakan kekagumannya kepada orang
lain kepada kita. Bagai gumpalan benang kusut sekusut-kusutnya yang membuat
dada kita semakin sesak hingga lahan oksigen semakin menyempit. Tapi bagaimana
lagi? Hati diberi kebebasan untuk memilih dan ia tak boleh disalahkan karena
kadang kita tidak tahu bagaimana cikal bakal perasaan yang menyiksa ini. Karena
cinta sendiri tak berumus yang angkanya dapat kita tentukan. Itulah keajaiban. Saya
kagum dengan secret admirer karena
suatu kehebatan dapat menyimpan dalam-dalam perasaanya dengan waktu yang begitu
lama, terbiasa dengan rasa sakit yang datang pergi silih berganti, Namun tetap
saja mengais harapan, menuai kesengsaraan.
William
Shakespeare dalam salah satu bukunya mengatakan “cinta seringkali disandingkan
dengan nafsu, padahal cinta dan nafsu tak akan pernah bersentuhan”. Nah saya
sangat setuju dengan pernyataan ini. Bagaimana bisa cinta disandingkan dengan
nafsu sementara mereka mempunyai hakikat yang berbeda? Cinta hakikatnya suci
sangat jauh berbeda dengan nafsu. Mereka bagai minyak dan air, walau
ditempatkan dalam satu wadah dalam waktu yang sangat lama tidak akan pernah
menyatu sampai kapanpun walaupun kita membolak-balikan, menjungkirkan, tetap
saja penyatuan itu mustahil. Lalu bagaimana dengan rasa cinta yang tulus
dibalas nafsu yang jahil? Air susu dibalas dengan air comberan. Saya yakin
rasanya pasti sakit. Hati kita seakan diremas dihancurkan berkeping, dituip
jauh, lalu dengan susah payah kita akan memungut kepingan itu dan mencoba
merajutnya kembali, pada akhirnya hati itu tak akan sesempurna dulu.
Mirandul
pernah berkata “hati ibarat tembok, jika kita paku lalu kita cabut pakunya, lihat
ia tetap menyisakan lubang”. Ya, saat kita menyakiti seseorang lalu kita
meminta maaf tetap saja ia masih menyisahkan ‘bekas’
Ya,
itulah sedikit fakta dari sisi ‘buruk’ cinta yang sudah sering kita jumpai
karena memang sudah menjamur disana-sini. Bagai terperosok di lumpur hisap,
semakin merontah bergerak akan semakin terhisap, kita harus tenang memikirkan
cara agar dapat keluar darisana, memanggil pertolongan. Sama halnya, jika kita
semakin bersedih kita semakin terhisap oleh perasaan kacau balau, kita harus
menenangkan diri, mencari pertolongan lewat doa yang mahapanjang. Saya yakin
dengan happy ending, pasti semua
berakhir indah. Jika sekarang tidak indah, berarti cerita belum berakhir. Allah
selalu bijak mengarahkan kita termasuk masalah perasaan, Dia tak pernah salah,
hanya kita harus mencari jawabnya.
Ai
wa tokidoki itaidesu (terkadang cinta itu menyakitkan)