Memasung Dendam

Mematung
Sendiri ku tertegun

Waktu terbilang, satu per satu detik bergulir, kemudian memudar beralih

Keheningan memanjang..

Apa lagi yang kamu inginkan?
Melihatku mati tercekik,
membusuk, sejurus jadi bangkai?

Kedendaman terus memanjang..

Sementara waktu berjalan, tak mau dan tak sudi menunggu, sakit tak pudar beralih

Sendiri ku tertegun
Memasung


Tretes dibawah rintik hujan
30 Januari 2014

Ai wa tokidoki itaidesu

Ai wa tokidoki itaidesu
*terinspirasi dari Tatag, Juple, Pijun, Tince, Mirandul

Cinta adalah  tiupan seruling penggungah jiwa (Jalaludin Rumi)
Cinta adalah sayap-sayap kehidupan (Khalil Gibran)
Cinta adalah tatapan mesra Sang Pemilik Waktu (Rabiah Al-Adawiyah)

Bagiku cinta adalah misteri, juga sebuah kekuatan yang paling dahsyat, barangkali lebih dari sekadar luapan emosi yang tinggi. Datang sekejap melalui rasa yang menghujam dalam jiwa. Cinta juga agen pengubah, mengubah yang jelek menjadi baik, yang pemberani menjadi gugup, yang kasar menjadi lembut, yang keras menjadi lunak, segalanya terlihat indah dan sempurna. Tapi hukum alam selalu mempunyai dua sisi berlawanan. Ada awal pasti ada akhir, ada hitam ada putih, ada hujan ada kemarau, dan ada baik ada buruk. Dan disini kita akan membahas sisi yang dianggap “buruk” dari cinta.

Coba kita tengok mereka yang sedang merindu. Siapa yang bisa menghianati rindu? Seperti kerinduan daun pada hujan. Ia tahu hujan pasti akan turun, namun Ia harus menunggu kemarau untuk pergi dan tidak menutup kemungkinan saat hujan itu datang, daun sudah kering dan jatuh berurai lalu dihantam angin, tak sempat bertemu hujan walau hanya mengatakan “aku merindukanmu”. Sama seperti orang yang mencinta, demi kerinduannya ia tegar menunggu seberapa lamanya walau tahu saat bertemu nanti konsep Allah dapat tak sejalan dengan konsepnya. Dan nasibnya akan sama seperti daun yang rindunya tak menemui titik terang. Adalagi kisah tentang sepasang hati yang saling mendamba dihadapkan benteng pemisah yang menjulang hingga tak terlihat dimana puncaknya atau dipisahkan jurang yang dasarnya terdapat api yang sekali menyentuh akan menghanguskan. Pada akhirnya, rindu menjadi alasan mengapa jatuhnya air mata.

 Admiring someone, dimana kita hanya menjadi pengagum rahasianya, dimana kita hanya dapat melihatnya sebatas punggung, karena ia tak pernah menengok apalagi tersenyum menyambut hadirnya perasaan yang carut marut ini. Mungkin orang yang kita kagumi malah mengagumi orang lain yang memang jauh lebih baik dari diri kita. Atau yang lebih parah dia sering menceritakan kekagumannya kepada orang lain kepada kita. Bagai gumpalan benang kusut sekusut-kusutnya yang membuat dada kita semakin sesak hingga lahan oksigen semakin menyempit. Tapi bagaimana lagi? Hati diberi kebebasan untuk memilih dan ia tak boleh disalahkan karena kadang kita tidak tahu bagaimana cikal bakal perasaan yang menyiksa ini. Karena cinta sendiri tak berumus yang angkanya dapat kita tentukan. Itulah keajaiban. Saya kagum dengan secret admirer karena suatu kehebatan dapat menyimpan dalam-dalam perasaanya dengan waktu yang begitu lama, terbiasa dengan rasa sakit yang datang pergi silih berganti, Namun tetap saja mengais harapan, menuai kesengsaraan.

William Shakespeare dalam salah satu bukunya mengatakan “cinta seringkali disandingkan dengan nafsu, padahal cinta dan nafsu tak akan pernah bersentuhan”. Nah saya sangat setuju dengan pernyataan ini. Bagaimana bisa cinta disandingkan dengan nafsu sementara mereka mempunyai hakikat yang berbeda? Cinta hakikatnya suci sangat jauh berbeda dengan nafsu. Mereka bagai minyak dan air, walau ditempatkan dalam satu wadah dalam waktu yang sangat lama tidak akan pernah menyatu sampai kapanpun walaupun kita membolak-balikan, menjungkirkan, tetap saja penyatuan itu mustahil. Lalu bagaimana dengan rasa cinta yang tulus dibalas nafsu yang jahil? Air susu dibalas dengan air comberan. Saya yakin rasanya pasti sakit. Hati kita seakan diremas dihancurkan berkeping, dituip jauh, lalu dengan susah payah kita akan memungut kepingan itu dan mencoba merajutnya kembali, pada akhirnya hati itu tak akan sesempurna dulu.
Mirandul pernah berkata “hati ibarat tembok, jika kita paku lalu kita cabut pakunya, lihat ia tetap menyisakan lubang”. Ya, saat kita menyakiti seseorang lalu kita meminta maaf tetap saja ia masih menyisahkan ‘bekas’

Ya, itulah sedikit fakta dari sisi ‘buruk’ cinta yang sudah sering kita jumpai karena memang sudah menjamur disana-sini. Bagai terperosok di lumpur hisap, semakin merontah bergerak akan semakin terhisap, kita harus tenang memikirkan cara agar dapat keluar darisana, memanggil pertolongan. Sama halnya, jika kita semakin bersedih kita semakin terhisap oleh perasaan kacau balau, kita harus menenangkan diri, mencari pertolongan lewat doa yang mahapanjang. Saya yakin dengan happy ending, pasti semua berakhir indah. Jika sekarang tidak indah, berarti cerita belum berakhir. Allah selalu bijak mengarahkan kita termasuk masalah perasaan, Dia tak pernah salah, hanya kita harus mencari jawabnya.

Ai wa tokidoki itaidesu (terkadang cinta itu menyakitkan)

♥?


Dia, lelaki yang memenjarakan bintang tepat di kedua matanya, indah bukan? Ya, lelaki yang hampir kuselipkan dalam setiap sujud, kupanjatkan dalam tadah, yang membuatku masih tegar bertahan dan sabar menanti. Aku mencintanya lebih dari sekadar karena paras dan tulisannya. Tapi aku mencintainya karena cinta itu sendiri. Namun seringkali cinta tak bisa terucap , aku mencintanya tanpa tahu bagaimana harus berkata. Dia... terlalu indah. Yang aku tahu hanyalah jarak yang dengan bijak mendewasakan dan waktu yang dengan sopan menyabarkan. Aku masih menantinya :)

Sembab

Malam kemarin langit terlihat sembab. Sempat ia menyapa doa yang hinggap dan terbang diantara pundinya. Lalu dengan lirih ia tiupkan udara disudut sajadah, disana ada air mata. Ada kesembaban lain. Kembali Ia mengiba.Memang ada yang salah dengan malam itu, oh mungkin bukan malam yang salah tapi perasaan’nya’ sendiri. Hei kau, jika dia tiada lagi merindumu, maka pahamilah jejaknya karena dia pernah menyapa dan menulis tentangmu.

Christine Ayu
Lihat profil lengkapku
 

Agen Dandelion | Creative Commons Attribution- Noncommercial License | Dandy Dandilion Designed by Simply Fabulous Blogger Templates